Siang tadi saya dengan team pendampingan Malang go open source datang perdana ke bagian hukum pemkot, kebetulan kami kebagian itu dari plot yang ditetapkan kominfo Malang. Ini adalah bagian dari program migrasi dari piranti berlesensi ke piranti bebas yang digagas oleh kominfo dan aptikom. Pendampingannya oleh mahasiswa dari kampus yang menjadi anggota aptikom area Malang, Brawijaya kebagian 7 tempat. Ada satu hal yang membuat saya takjub, salah satu komputer disana sudah diinstall sistem operasi linux. Sambil menunjukkan komputernya bapak rom mengajukan pertanyaan mengenai kesulitan beliau membuat berkas dengan open office. Phew, pendampingan belum dimulai mereka sudah coba-coba. keren!!!
Keberhasilan sebuah rencana untuk mengopensourcekan suatu instansi adalah bagaimana kita merancang plan yang bagus. Produk microsoft itu sudah mendarah daging dengan mereka, untuk dikenalkan dengan hal yang baru susah, dan untuk berpindah dari produk lama ke produk baru tidak mudah. Banyak alasan-alasan dari mereka(hasil sharing) yang intinya malas belajar, itu problemnya.
Satu jam pertama kami mendengar keluhan-keluhan mereka jika harus menggunakan FOSS. Sungguh rumit jika berpindah dari sistem yang sudah berjalan lama ke sistem baru, perlu membangun kebiasaan baru dan effort yang besar, apalagi aplikasi tersebut merupakan aplikasi yang fital. Sebuah software keuangan tidak mudah bisa digantinkan dengan software yang baru.
Jembrana, Aceh saja bisa migrasi ke FOSS masak Malang gak bisa
Nah strategi yang mantab diperlukan, kalau bapak-bapak dan ibu-ibu langsung dihantam dengan Linux pasti mabok, bisa-bisa program mengopensourcekan malang gatot, alias gagal total. Strategi yang dipakai kominfo Malang tidak langsung ke pemakaian sistem operasi linux, tapi peraplikasi. Tahap awal adalah mengenalkan open office/libre office untuk mengantikan microsoft word, kalau sudah baru berpindah ke aplikasi yang lain. Tidak perlu buru-buru karena program ini selama tiga tahun dibagi dalam 3 bulan disetiap pendampingan. #bersambung